Total Tayangan Halaman

Rabu, 02 Mei 2012

Sajak Tentang Seorang Anak di Toko Buku


Adalah sebuah kota
Kota itu jauh dari peradaban
Kota itu tidak begitu luas, juga tidak begitu kecil
Jalanan kota itu akan ramai kalau siang dan lengang kalau malam
Aktivitas penduduknya terhenti pada pukul sembilan malam
Penduduknya sebagian besar bekerja di kantor, sisanya mengajar di sekolah, bertani, dan membuka usaha dagang
Ada  tiga pasar dan tujuhbelas toko yang berdiri di kota itu
salah satu toko yang terlihat bagus adalah toko buku
Toko Buku ini menjadi toko buku satu-satunya di kota itu

Adalah seorang anak yang tidak bersekolah karena alasan ekonomi
Anak ini laki-laki
Anak ini mencari rejeki dengan membantu bertani, atau bekerja serabutan
setiap anak ini selesai dengan pekerjaannya, ia selalu menyempatkan diri mampir di toko buku yang hanya satu di kota itu
Ia hanya duduk tepekur memandangi megahnya bangunan toko buku
Hal ini dilakukan setiap waktu untuk memandangi dan melamuni toko buku itu

Suatu saat, sang anak masuk ke toko buku
di kantongnya tersimpan uang yang cukup untuk membeli satu buku
berniat untuk membeli buku, sang anak mengamat-amati buku demi buku 
Sang Anak mengamati buku-buku hingga berjam-jam lamanya
Sampai pada saat toko buku tutup, sang anak pun pulang dengan hasil yang kosong

Esoknya, setelah sang anak membantu bekerja sebagai kuli, ia kembali ke toko buku itu
Sang anak kembali mengamat-amati buku demi buku sambil menimbang-nimbang prolog beserta epilognya
Sang anak melakukannya hingga berjam-jam lamanya 
Sampai pada saat toko buku tutup, sang anak pun pulang dengan hasil yang kosong

Esoknya lagi, setelah sang anak membantu bekerja sebagai kuli toko kelontong, ia kembali ke toko buku itu
Sang anak kembali mengamat-amati  buku demi buku sambil menimbang-nimbang sampul dan ilustrasinya
Sang anak melakukannya hingga berjam-jam lamanya
Sampai pada saat toko buku tutup, sang anak pun pulang dengan hasil yang kosong

Esoknya lagi, setelah sang anak membantu bekerja sebagai kuli toko mebel, ia kembali ke toko buku itu
Sang anak kembali mengamat-amati buku demi buku sambil menimbang-nimbang daftar komentarnya 
Sang anak melakukannya hingga berjam-jam lamanya
Sampai pada saat toko buku tutup, sang anak pun pulang dengan hasil yang kosong

Esoknya lagi, setelah sang anak membantu bekerja sebagai kuli toko material, ia kembali ke toko buku itu
Sang anak kembali mengamat-amati buku demi buku sambil menimbang-nimbang jenis kertas dan kualitas cetakannya
Sang anak melakukannya hingga berjam-jam lamanya
Sampai pada saat toko buku tutup, sang anak pun pulang dengan hasil yang kosong

Sampai pada suatu ketika setelah sang anak bekerja di keenambelas toko dan ketiga pasar di kota itu, ia mampir lagi ke toko buku itu
Seorang penjaga toko buku itu heran atas kelakuan sang anak yang makin hari makin membuat janggal
Sang penjaga toko buku itu kemudian mengamati gerak-gerik sang anak
Sang penjaga toko buku itu juga membuntuti sang anak kalau sang anak berpindah dari rak buku yang satu ke rak buku yang lain
Hingga pada saat tigapuluh menit sebelum toko buku itu tutup, sang penjaga toko buku itu mendekati sang anak sambil bertanya, "apa yang kamu cari di toko buku ini? Sudah sembilan belas hari kau disini dan kau tidak juga mendapatkan buku yang kau mau."
Sang anak hanya tersenyum dan menjawab pertanyaan itu demikian,"Aku mencari Tuhan pada setiap jenis buku. Kabari aku kalau ada, pada buku apa, jenis apa, siapa penulisnya, dan berapa harganya, sebab aku ingin cepat-cepat membelinya sebelum Tuhan yang terselip di dalam buku itu dibeli oleh orang lain!"

Perpustakaan Kebun Apel
Senin, 26 Maret 2012

Selasa, 24 Januari 2012

Rokok Rara Mendut

Ketika aku pulang ke Jawa, aku menyempatkan diri ke pasar Loak untuk melihat barang langka apa yang dijual di pasar itu. Aku berjalan-jalan ke seluruh lapak pedagangnya dan ada lapak istimewa yang sangat menawan hati. Lapak itu adalah lapak Rokok langka.

/1/ Aku Jongkok untuk melihat rokok langka apa saja yang dijual disitu. Aku melihat banyak rokok langka yang bernama lucu-lucu dan memiliki logo jiplakan dari rokok sukses yang beredar di pasaran. Aku memegang-megang setiap bungkus rokok, aku cium aromanya, dan aku lihat detail bungkusnya untuk melihat nama perusahaannya.

/2/ Aku mulai mengambil bungkus rokok yang lainnya, dan hampir semua kuperiksa satu persatu. Aku melihat ada satu pak rokok yang mentereng dan menarik hati untuk dimiliki. Aku melihat bungkus rokok itu dengan teliti dan aku menemukan tulisan yang sangat menggelikan, "Iki Rokok Rara Mendut, Rokok kanggo Nglembak Jiwaning Wanita dadi Prajaka utawa Jiwa Prajaka dadi Wanita!" Kemudian aku periksa gambar depan bungkus rokok itu dan memang gambarnya sangat menarik. Gambar sesosok Wanita Cantik dengan busana khas Jawa. Wanita itu duduk dengan cara Waranggana atau duduk seperti layaknya seorang sinden. Gambar Wajahnya sangat apik dan menarik untuk dilihat terus-menerus.

/3/ Gambar wanita itu sangat menarik dan sangat rapi desainnya. Parasnya cantik sehingga matanya seolah mengajak ku saling pandang. Wanita itu seolah berkata kepadaku demikian, "ayo, beli saja rokok yang kamu pegang ini! akan ada hal besar yang ditakdirkan untukmu setelah kamu mencicipi rokok yang kamu pegang ini!" Dengan kata lain, Wanita itu seolah mengajakku mengobrol lewat tatapan matanya untuk memasarkan rokok itu. Ah, berapapun harganya, paling tidak sampai dua puluh ribuan.

/4/ Aku tanya kepada penjualnya, seorang lelaki yang menggunakan baju surjan, "mas, harga rokok ini berapa?"
     Maka jawab penjual itu, "itu harganya lima belas ribu, isinya enam belas batang."
     Pikiranku benar, ternyata harganya tidak sampai dua buluh ribu. "ya sudah mas, aku ambil rokok ini."

/5/ Aku siapkan uang dua puluh ribu selembar untuk membayar, tetapi penjualnya buru-buru mencegah dengan pertanyaan, "mas, apa bener mas-nya mau beli rokok ini?"
                         "lha, emangnya kenapa to mas?"
                     " Ini rokoknya ndak main-main lho mas! sudah baca tulisannya yang ada di bungkusnya?"
                         "Sudah, lha paling itu lak cara kreatif orang memasarkan produk to?"
                     "Haha, saya sih gak mau tanggung kalo masnya kenapa-napa."
                         "Ya, saya ambil aja lah, memang menarik rokoknya! Lima belas to?"
                     "Ya mas, beneran ini ya mas, nggak mau yang lain? kayak Jirolu? Percaya Jiwa? Halim?"
                         "Saya ambil ini aja mas, Rokok Rara Mendut, kayaknya mantep!"
                     "Ya sudah lho mas, kalau ada apa-apa saya ndak nanggung ya, monggo, kembalinya lima ribu ya mas."

/6/ Ah, obrolan konyol! Rokok kok ada konsekuensi macem-macem? Kalau konsekuensi tentang Kanker, Impotensi, dan Serangan Jantung memang sudah lama didengungkan. Tinggal kapan itu terjadi toh aku tidak begitu tahu. Aku baca ulang tulisan yang tadi, "Iki Rokok Rara Mendut, Rokok kanggo Nglembak Jiwaning Wanita dadi Prajaka utawa Jiwa Prajaka dadi Wanita!" artinya bisa mengubah jiwa wanita menjadi pria atau sebaliknya, tergantung siapa yang merokok. Ha-ha-ha, cara yang kreatif.

/7/ Aku sampai di rumah dan aku langsung buat secangkir kopi. Aku ambil sebatang dan astaga bukan kertas yang membungkus tembakaunya, melainkan sabut jagung. Wah, rasa-rasanya aku semakin tertantang untuk menghisap rokok itu. Aku coba nyalakan sebatang di saat itu waktu menunjukan pukul 19.45. Nikmat betul rasanya.

/8/ Aku tertantang untuk mencobanya lagi. Aku nyalakan lagi sebatang sambil menikmati kopi yang kubuat sendiri. Disini aku sendiri. Keluargaku masih di kota metropolitan. Aaaahh, nikmat dan melegakan pikiran. Itulah yang kurasakan!

/9/ Hah! Rasanya aku tertidur pulas di kursi. Hari ini sudah pagi setelah semalaman aku menikmati apa yang kubeli. Badanku agak terasa aneh. Ada apa ini? Aku memutuskan untuk pergi mencuci muka di kamar mandi sambil menggosok gigiku yang menyebabkan nafasku bau karena tidak makan malam, tetapi malah merokok dua batang. Sambil mencuci muka aku melihat wajahku. Heran, rasanya cantik benar wajahku ini. Semua kumis dan jenggotku hilang. Otot-otot maskulinku lenyap berubah menjadi lengan yang indah layaknya lengan wanita. Aku buka bajuku dan aku buka celanaku untuk memastikan yang lain. Alat kelamin dan dadaku masih laki-laki, kenapa tangan dan lekuk tubuhku wanita? Pikiranku mengerjap dan teringat akan kata-kata yang ada pada bungkus rokok itu.

/10/ Aku membaca lagi tulisan itu, "Iki Rokok Rara Mendut, Rokok kanggo Nglembak Jiwaning Wanita dadi Prajaka utawa Jiwa Prajaka dadi Wanita!" Rupanya benar apa yang dikatakan oleh pedagang itu. Tetapi mengapa aku tidak menyesal?

Hah! Itulah ingatanku sepuluh tahun yang lalu. Yang membawa aku menjadi seorang penari. Aku menarikan gerakan-gerakan indah tanpa peduli apakah aku memerankan gerakan seorang wanita atau pria. Aku cantik! Memang itulah aku. Setidaknya, sang Hyang Larasati menjadi sahabatku saat ini.

Stasiun Maguwo 23 Januari 2012
A-N-M