Tempat tinggalnya reot dan halaman depannya penuh dengan sampah plastik dan kardus. Dirinya begitu kumal dan berdaki seakan bertahun-tahun tidak mandi. Ember adalah sahabatnya. Tuas tambal ban adalah kakaknya. Gulungan ban untuk tambalan adalah kulitnya. Ia bekerja hanya sekedar melayani kebocoran. Orang akan banyak berpikir lebih baik mengganti ban daripada menambalkannya. Darsono namanya, tukang tambal ban asal wonogiri yang membuka praktek di Jagakarsa, Jakarta Selatan.
Ia tak ingat lagi siapa keluarganya. Anaknya pergi. Istrinya dibunuh orang. Hanya rokok dan seperangkat radio tua yang menjadi teman curhatnya. Terkadang beberapa tukang ojek dan penjual jamu yang mengadu nasib di daerah jakarta selatan menjadi sahabatnya untuk mengobrol. Hasil kerjanya mungkin hanya cukup untuk menghidupi dirinya seorang. Rumah reot itu memiliki sejengkah halaman yang dipajang dengan tulisan, "Tambal Ban Motor". Sebenarnya ia juga menyediakan ban baru untuk mengganti, tetapi hanya musiman ketika tengkulak berani menjual murah kepadanya. Nafas dan jiwanya hanya untuk menambal karena sekelumit tambalan ban berarti sebungkus nasi rames kesukaannya dengan teh manis dan rokok Djarum 76. Motor dengan ban bocor adalah sasarannya, tetapi teramat sangat jarang. Kalaupun ia menderita sakit, ia hanya bisa merebahkan badan atau meminta balsem dari tukang bensin di sebelahnya.
Darsono namanya, tukang tambal ban yang berpenampilan tidak menarik. Dekil dan bau seperti orang yang terasing di antara orang mendekati keasingan lain. Tangan tuanya selalu berurat. Tangan kanan menjaga tuas bakar untuk menambal, tangan kirinya menjepit rokok kesayangannya. Tarif sekali tambal adalah 5 ribu rupiah, kalau sebulan saja bisa mendapat 650 ribu ia sudah sangat bersyukur karena 200 ribu saja untuk pemodalan minyak tanah, ban tambalan, dan lainnya.
Pada suatu siang, motor Honda yang disebut "monthor lanang" mengalami kebocoran pada ban belakang. Pemiliknya adalah seorang pegawai kantoran, tentunya mencari tambal ban dengan tujuan mengganti ban bukan untuk menambal ban. Dengan perasaan terpaksa ia mampir ke gubuk milik darsono. Mengapa terpaksa? Ia hanya meyakini tempat reot seperti ini pasti memiliki kualitas ban yang sangat jinthiran, atau bahkan ia berpikiran bahwa darsono hanya akan menambal bannya bukan menggantinya. Pemilik monthor lanang itu sempat kecewa karena Darsono tidak meyediakan ban dalam motor tiger ukuran belakang. Sang Pemilik berpikiran bahwa ditambal mungkin untuk sementara. Ia akan ke bengkel resmi untuk menggenahkan nasib bannya supaya lebih pasti dan lebih panjang umur.
"Pak, dekat sini ada bengkel resmi yang jual ban resmi? Ini saya tambal dulu aja lah, buat sementara"
Darsono hanya menjawab, "yahh, depan situ sekitar 2 kilo lagi ada bengkel resmi, bapaknya mau ganti ban? jadi ditambal?"
"hasyaaahh, pake tanya lagi..... udah tambal aja, tambal yang bagus, paling gak awet-awet banget khan? makanya ini untuk sementara nanti aku ganti yang baru! udah tambal aja buat alas langkah dua kilo ke depan!"
Tanpa banyak bicara Darsono menambalnya dengan fokusnya. Tiap detail ban ia perhatikan dengan teliti. Ia bahkan membaca doa dalam menambal ban itu. selesailah pekerjaan menambal ban belakangnya.
"Sudah pak, lima ribu harganya.", kata Darsono sambil tersenyum ramah dengan gigi kuning bekas rokok itu.
" kamu punya kembalian? uangku 100 ribu?"
" wah, enggak ada pak, ya sudah dibawa saja uangnya, lain kali saja!"
"Lain kali? mau gak dibayar? ya nggak apa-apa kalo gitu aku yo malah nggak kelongan uang. Mau lain kali kapan? lain kali banku gak butuh tambalan lagi pak!"
Darsono hanya menerima kalimat itu dengan sedikit trenyuh. Ia membalasnya dengan ramah dan mengatakan, "ya sudah, tidak apa-apa, hati-hati ya pak, di depan itu dua kilo lagi ada bengkel resmi."
Dua kilo memang dekat untuk ukuran motor honda besar itu. Pemilik motor itu sampai pula di bengkel resmi. Bengkel resmi memang beda dengan gubuk Darsono. Bentuknya seperti pit stop sirkuit. Kasirnya ramah dan cantik dengan rok ketat di atas paha, padahal kampung asalnya juga Wonogiri. Mekaniknya sungguh terlatih karena mereka pernah bersekolah.
Dengan nada yang sedikit lebih wangun, pemilik motor itu memohonkan mengganti ban. "begini nih, tadi ban saya bocor, saya tambalin deh, nah... khan saya takut bocor lagi, makanya saya minta ganti ban saja daripada ban saya berresiko!"
"Silahkan bapak tunggu di ruang tunggu, setelah selesai, mekaniknya akan menghubungi bapak."
Giliran motor honda besar bernama tiger itu dilepas ban belakangnya. Dibuka isi ban luar dan dikeluarkan ban dalamnya. Mekanik itu hanya heran dan mengernyitkan dahinya. Mekanik itu kemudian menghampiri pemilik motornya sambil mengatakan, "Pak, ini serius mau diganti? bannya masih sangat baru seperti ini, sepertinya ini baru jalan dua kilo."
Depok, 11 Oktober 2010
Sedikit berlatih untuk menulis Cerpen, mohon masukkan dan saran yah,
Silahkan menangkap arti dan inti cerita yang saya buat..
Norman Mahardhika Agustinus
(Lala Hermiyanto) masih belum dapet feellnya... ayo terus berkarya
BalasHapus(Seto Parama Artho) Apik le, tapi kamu masih banyak menyebut merk, kemaslah hal2 komersial itu dalam bentuk kata-kata... sipp!! terus berkarya :)
BalasHapus